Eksistensi
dari lembaga perwakilan rakyat (parlemen) di sebuah negara yang menganut trias
politica merupakan sebuah keharusan. Hal ini dilakukan sebagai check and
balances diantara lembaga lain, yaitu eksekutif dan yudikatif. Demikian pula
yang terjadi di Indonesia, dimana terdapat lembaga perwakilan rakyat yang sudah
digagas sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Keinginan berparlemen di Indonesia
muncul pada masa kolonial Belanda, dimana pada saat itu terbentuklah Volksraad
(Dewan Rakyat) sebagai sebuah lembaga perwakilan, meskipun pada tataran
prakteknya Volksraad tidak dapat dibilang sebagai lembaga perwakilan rakyat
karena hak-hak sebagai sebuah parlemen tidak bisa terpenuhi.
Setelah
kemerdekaan Indonesia, lembaga perwakilan rakyat pun kemudian dilaksanakan oleh
KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang pada mulanya komite ini dibentuk
hanya untuk membantu tugas presiden sebelum terbentuk MPR dan DPR (sesuai
dengan Aturan Peralihan Pasal IV UUD 1945). Akan tetapi, muncul
tuntutan-tuntutan agar KNIP diubah fungsinya sebagai lembaga parlemen.
Pertanyaannya disini adalah mengapa harus ada MPR? Padahal sudah ada DPR,
dimana DPR merupakan representasi dari rakyat sesuai dengan namanya. Alasan
dibentuknya lembaga yang disebut sebagai MPR ini adalah karena adanya keinginan
untuk membentuk sebuah lembaga tertinggi negara yang memegang kedaulatan
rakyat, dan di dalam lembaga tertinggi negara ini Presiden memberikan
pertanggungjawabannya. Sedangkan DPR hanya merupakan wadah wakil dari partai
politik saja yang lolos dalam pemilihan umum, tetapi tidak bisa menampung
orang-orang non-parpol. Oleh karena itu, DPR belum bisa dikatakan sebagai
perwakilan seluruh rakyat.
Kemudian
pada masa RIS, parlemen di Indonesia menganut sistem bikameral. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya adanya Senat dan DPR RIS. Senat mewakili
negara-negara bagian sedangkan DPR RIS dianggap mewakili seluruh rakyat
Indonesia. Sistem bikameral ini diterapkan di masa RIS karena pada masa itu
Indonesia merupakan negara federal bukan negara kesatuan. Namun, hal ini tidak
berlangsung lama. Pada masa UUDS 1950, Indonesia kemudian menganut sistem
unikameral, dimana hanya ada satu kamar yaitu MPRS, sesuai dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1950 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno.
Di
masa kepemimpinan Presiden Soeharto, MPR mempunyai kedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara. MPR mempunyai fungsi dan wewenang yang sangat penting. MPR
membuat Garis-Garis Besar Haluan Negara dan juga memilih serta melantik
presiden dan wakil presiden. Anggota MPR ini terdiri dari anggota DPR dan
golongan fungsional yang terdiri dari utusan daerah dan TNI. Pada masa orde
baru ini memang bertekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Akan tetapi pada kenyataannya, MPR malah sering dijadikan sebagai
lembaga yang melegitimasi tindakan pemerintah.
Semenjak
jatuhnya Presiden Soeharto, maka banyak tuntutan dari kalangan reformis untuk
melakukan juga reformasi di dalam konstitusi. Tuntutan mereka adalah
dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, yang selama orde baru dianggap suatu
hal yang sakral yang tidak boleh diotak-atik lagi karena merupakan karya
para founding parents yang mempunyai nilai sejarah tak
terhingga. Kemudian dilakukanlah amandemen terhadap UUD 1945, dimana UUD 1945
sebelum diamandemen dianggap terlalu koruptif dan terlalu otoritarian.
Amandemen ini dilakukan sebanyak 4 kali pada periode 1999-2002. Amandemen UUD
1945 ini pun akhirnya berimplikasi juga terhadap lembaga perwakilan di
Indonesia. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut menghasilkan sebuah lembaga baru yaitu
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Amandemen ini juga mengubah kedudukan MPR yang
dulunya sebagai lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara, yang
kedudukannya sama dengan lembaga tinggi negara lainnya.
Perubahan
terhadap lembaga perwakilan di Indonesia itu kemudian menimbulkan suatu wacana
yang sampai saat ini masih menimbulkan perdebatan. Apakah yang sebenarnya yang
dianut oleh parlemen di Indonesia, apakah bikameral atau trikameral dengan
melihat eksistensi dan fungsi dari tiga lembaga tinggi negara DPR, DPD, dan MPR
tersebut?
Sebelumnya,
lebih baik kita menilik sebentar bagaimana proses amandemen UUD 1945 terkait
dengan lembaga perwakilan rakyat di Indonesia. Perdebatan mengenai lemabga
perwakilan ini ada dua hal, yaitu mengenai kedudukan MPR dan juga adanya
pembentukan dua kamar (DPD sebagai sebuah kamar baru). Mengenai MPR, tekad kuat
untuk meniadakan kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden dengan
memanfaatkan MPR sebagai lembaga yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas
terjadi di dalam proses amandemen UUD 1945 ini. Oleh karena itu, menurut
fraksi-fraksi MPR di Panitia AdHoc III dan I ingin mereformasi MPR secara
total.
Kemudian
terjadi perdebatan-perdebatan mengenai MPR. Pertama, MPR tidak perlu dibentuk
sebgai lembaga sebab kewenangannya bersifat insidental sehingga pimpinan MPR
dapat dirangkap secara langsung secara bergantian oleh pimpinan DPR dan DPD.
Kedua, pendapat yang mengatakan masih perlunya MPR sebagai lembaga dengan
pimpinan dan sekretariat tersendiri. Alasannya, Pasal 2 ayat (1) hasil
perubahan mengatakan, MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Jadi yang
bergabung bukan lembaganya tetapi para anggotanya. Dengan demikian, MPR
merupakan lembaga tersendiri. Maswadi Rauf mengusulkan MPR berubah menjadi
semacam join sessionseperti Congress di Amerika Serikat yang
bertemu dalam waktu tertentu, yaitu bergabung dalam satu rapat gabungan di MPR.
Terkait dengan kedudukan DPD sebagai kamar baru di dalam UUD 1945
hasil amandemen, pada proses pembentukannya ada juga perdebatan. Para tim ahli
mengusulkan sistem perwakilan dua kamar atau bikameral, dimana DPR dan DPD
memiliki kedudukan yang sama dan sejajar dalam fungsi-fungsinya sebagai lembaga perwakilan. Prof.
Dr. Maswadi Rauf, Prof. Dr. Soewoto Mulyosudarmo, dan Prof. Dr. Ramlan Surbakti
sama-sama mengusulkan agar DPD sebagai satu kamar kedudukannya sejajar dengan
kamar DPR.
Lalu,
bagaimanakah sebenarnya wajah parlemen di Indonesia saat ini? Bagaimana
kedudukan MPR, DPR, dan DPD sebenarnya, apakah Indonesia menganut sistem
unikameral, bikameral, ataukah trikameral? Untuk menjawab pertanyaan ini
baiknya kita mengetahui dahulu pengertian dari unikameral, bikameral, dan
trikameral ini serta melihat kedudukan MPR, DPR, dan DPD serta
fungsi-fungsinya.
sumber : http://andre6295.blogspot.com/2012/05/perbandingan-sistem-bikameral-indonesia.html
https://mshafid.wordpress.com/2011/03/11/lembaga-perwakilan-rakyat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar